“Teruslah berusaha tanpa henti, hingga Tuhan berkata:
sudah waktunya pulang”
Pagi
yang sangat dingin, aku masih berbaring diatas ranjangku. Alarm pun berbunyi,
aku dengan malasnya berdiri dan meninggalkan kamarku. Hawa dingin menusukku
hingga ke tulang. Aku benar-benar malas hari ini. Malas bangun, malas mandi,
malas sekolah, malas bekerja, dan segalanya. Aku memang benci mandi di pagi
hari, dinginnya air membuatku tersiksa.
Aku
Edric, aku seorang mahasiswa psikologi di Universitas Airlangga. Sudah 6 tahun
aku sekolah tapi tak kunjung lulus. Aku berasal dari keluarga kalangan atas.
Ibuku seorang dosen, dan ayahku pengusaha sukses. Kenyamanan hidupku saat ini
membuatku malas untuk bermimpi.
Ya,
hingga saat ini aku tak memiliki mimpi. Anak kecil biasanya bilang ingin jadi Power Ranger, Ultraman, Robocop, dan
semacamnya, tetapi tidak denganku, tak ada yang ingin kucapai dalam hidupku.
Apa yang kurang dariku? Kekayaan, kemewahan, orangtua yang baik, pacar cantik,
barang-barang mahal, semua sudah kumiliki. Kecuali ‘Mimpi’.
Rena,
pacarku. Dia cantik, juga baik. Rena dulu teman kuliahku, hanya saja dia lulus
lebih awal daripada aku. Sekarang dia bekerja di sebuah perusahaan swasta,
gajinya juga cukup tinggi. Rena orang yang ambisius, apa yang dia inginkan
pasti akan dia kejar sampai ia mendapatkannya. Berbanding terbalik dengan
sifatku. Terkadang temanku menyuruhku untuk jadi seperti Rena, menjadi seorang
pekerja keras. Tapi aku tidak mau dengan alasan: “Perbedaan sifat sepasang
kekasih itu saling melengkapi”. Hanya alasan, yang ingin kukatakan sebenarnya
adalah “malas”.
Aku
dan Rena pasangan yang cupuk serasi. Kami sama-sama berasal dari kalangan atas.
Setiap akhir pekan aku selalu membelanjakannya banyak barang ber-merk yang
mahal. Kami juga sering makan malam di restoran mewah.
Hari
ini ulang tahun Rena, aku mengajaknya makan malam di restoran China yang cukup
terkenal dan mahal harganya. Rena seorang pecinta musik, jadi aku membelikannya
sebuah miniatur gitar. Saat itu juga Rena berkata, ‘Dric, sudah 4 tahun kita
pacaran, tapi kenapa hanya begini-begini saja?’
‘Ya,
lalu kau ingin yang seperti apa? Akan aku kabulkan’ balasku.
‘Sebenarnya,
apa hubungan kita ini memiliki tujuan?’ kata Rena.
‘Ng?
Bicara apa kamu? Tujuan apa? Bukankah kita sudah mempunyai semua yang kita
inginkan?’
‘Berhentilah
bicara seperti anak TK yang suka memamerkan segala yang dia punya!’ Rena agak
kesal dengan sikapku.
‘Kalau
begitu, kapan kita menikah?’ tanyaku.
‘Eh?’
‘Menikah
adalah tujuan dari sebuah hubungan kan?’
‘Aku
meragukanmu.’
‘Kenapa?
Umur kita sudah cukup kan? Kau 26 dan aku 28,’ tanyaku.
‘Bagaimana
kau bisa membiayai hidupku? Kau kan pengangguran,’ kata Rena.
‘Hei,
jangan mendoakan yang buruk,’
‘Edric!
Kamu sudah dewasa! Kamu harus
bekerja dan serius menjalani hidup!’
bentak Rena.
‘...’
‘Baiklah,
kita akan menikah, tapi aku punya persyaratan,’ kata Rena.
‘Apa
itu?’
‘Aku
mau semua peralatan pernikahan, mulai dari undangan hingga perayaan kau
bayar..’
Rena
belum selesai bicara tapi aku menyelanya, ‘Gampang, semua aku yang bayar, mana
ada pernikahan mempelai wanitanya yang membiayai pernikahannya. Haha..’
‘Edric,
aku belum selesai bicara, aku mau kamu bayari dengan hasil usahamu sendiri,
bukan uang dari orangtuamu,’ lanjut Rena.
‘Hah?!’
aku kaget dengan kata-kata yang keluar dari mulut kekasihku ini. Bagaimana aku
bisa menghasilkan banyak uang sementara aku ini seorang pengangguran?
‘Tapi
Ren, pekerjaan apa yang harus aku lakukan untuk menghasilkan uang sebanyak itu?
Kau tahu sendirikan, aku tidak punya kemampuan apapun, bahkan kuliahku 6 tahun
belum juga lulus,’ kataku.
‘Kamu
pernah dengar tentang Gua Plato?’ tanya Rena.
Aku
menggeleng.
‘Ada
beberapa orang tinggal di sebuah gua, mereka merasa nyaman di dalam gua
tersebut. Apa yang mereka inginkan sudah tersedia di dalam gua. Hingga ada satu
orang mencoba keluar dari gua tersebut. Di luar dia melihat hewan-hewan,
tumbuhan, gunung, air terjun, dan keindahan-keindahan lain yang belum pernah ia
lihat sebelumnya. Lalu ia kembali ke dalam gua dengan tujuan memberitahu
teman-temannya. Tetapi, ketika ia menceritakan semua yang ia lihat di luar gua,
tak seorangpun dari penghuni gua percaya padanya. Mereka menganggapnya
pembohong lalu membunuhnya.’
‘Lalu?’
tanyaku.
‘Kamu
seperti penghuni gua, hidupmu terlalu nyaman, kekayaan, kemewahan, dan
sebangsanya. Lihatlah kamu sekarang, kamu nggak punya kemampuan apa-apa. Itu
karena kamu nggak mau mencoba hal-hal baru dan mencari jati dirimu. Setiap manusia
diciptakan memiliki bakat mereka sendiri-sendiri, kamu hanya perlu mencari apa
bakatmu,’ jelas Rena.
‘Aku
seperti penghuni gua? Tapi aku tidak membunuh siapapun,’
‘Guyonmu
gak lucu,’ balas Rena. ‘Udah malem banget nih, aku pulang dulu ya, besok aku
kerja. Semangat ya Beibz, aku tunggu lamaranmu,’ kata Rena lalu meninggalkanku.
‘Dah
Ren, happy birthday,’ balasku.
‘Oh
iya, satu lagi,’ Rena berbalik. ‘Kamu nggak boleh kerja di perusahaan ayahmu.’
‘Haa..?
kenapa?’ tanyaku.
‘Keenakan
donk, nanti mentang-mentang kamu anaknya bos kerjamu jadi malas-malasan dan
makan gaji buta,’
‘Haaahh...’
‘Kalau
kamu butuh bantuanku telpon aja, aku juga lulusan psikologi,’
‘hmh..’
balasku lalu beranjak dari tempat duduk dan bersiap pulang.
‘Kamu
juga mau pulang?’ tanya Rena.
‘Ya
iyalah, kalau kamu mau pulang aku jalan
sama siapa? Ntar kalau aku jalan
sama cewek lain kamunya yang cemburu,’ kataku.
Rena
tertawa kecil.
‘Aku
anter pulang deh,’ tawarku pada Rena.
‘Ok!
Yang terakhir sebelum kita berpisah.’
‘Berpisah?’
‘Kalau
kamu cari kerja kita gak punya waktu
ketemuan untuk sementara.’
Aku
tersenyum lalu membukakan pintu untuk Rena. Aku tidak tahu apa tujuan Rena
menyuruhku bekerja. Sebenarnya aku bisa saja mencari wanita lain yang
membiarkanku jadi pengangguran kaya. Tapi, aku terlanjur mencintai Rena. Yaa..
mau bagaimana lagi?
Keesokan
harinya, aku mulai kesana kemari mencari pekerjaan. Tapi semua tempat yang
kudatangi menolakku hanya karena satu alasan: belum lulus. Aku telah
mengunjungi banyak tempat-tempat besar. Mungkin aku akan diterima jika melamar
pekerjaan di sebuah toko kecil. Tapi pesta pernikahan membutuhkan banyak biaya,
aku harus bisa mengumpulkan banyak uang dalam waktu dekat. Oh Rena... apakah hanya ini satu-satunya jalanuntuk tetap bersamamu.
Aku
berhenti di depan sebuah super market. Aku berjalan masuk dan berharap akan diterima. Aku masuk dan bertemu
dengan atasan. Dan aku DITERIMA! Sebagai cleaning service. Walaupun hanya jadi
cleaning service bayarannya cukup besar, lebih besar dari penjaga toko kecil.
Setelah menerimaku bos bilang, jika kerjaku bagus aku bisa jadi penjaga kasir.
Penjaga kasir bayarannya memang lebih besar.
Sebulan
aku bekerja disana dan aku belum naik pangkat. Ternyata bekerja tak semudah
menghembuskan nafas. Yang kubayangkan adalah setelah aku bekerja, hanya dengan
berkedip saja tumpukan uang sudah ada di depanku. Ternyata tidak semudah itu.
Beberapa
hari yang lalu ada pegawai baru masuk. Baru 2 Minggu dia masuk, dia sudah
dipromosikan. Dia memang orang yang berbakat. Aku merasa agak minder dan
menelpon Rena.
‘Ren,
di super market ada pegawai baru. Baru 2 Minggu dia kerja, dia sudah
dipromosikan. Aku agak kepikiran nih,’ keluhku pada Rena.
‘Udah
gak usah dipikirin, yang penting kerja aja yang rajin,’ balas Rena.
‘Aku
sudah melakukan itu, tapi tetap saja kepikiran.’
‘Pamerin
aja harta kekayaan kamu. Tunjukkan padanya kalau kamu nggak rendahan,’ kata
Rena.
‘Nanti
aku dikira sombong.’
‘Sombong
lebih baik daripada minder.’
‘...’
‘Kenapa?’
tanya Rena.
‘Enggak
kok,’ balasku.
‘Kamu
tau gak? Batu kalau ditetesi air, lama kelamaan akan berlubang.’
‘Lalu?’
‘Itu
membuktikan bahwa yang berhasil bukanlah yang tajam, tapi yang
bersungguh-sungguh,’ jawab Rena. ‘Kalau orang Arab bilang Man jadda, wa jadda.’
‘Siapa
yang bersungguh-sungguh, dialah yang mendapatkan,’ balasku.
‘Nah!
Tau kan? Udah, kerja lagi sana!’
Nasehat
dari Rena benar-benar membantuku. Dia mengatakannya dengan lancar seakan tahu
apa yang ada dipikiranku. Berkat Rena aku semakin giat bekerja. Aku terus
menunjukkan kalau aku seorang pekerja keras.
3
bulan, akhirnya bos mempromosikanku. Sekarang aku seorang penjaga kasir,
penghasianku semakin meningkat. Aku juga mengerjakan kembali skripsiku. Aku
minta bantuan dosen untuk membantuku mengerjakan skripsi. Aku ingin segera
lulus agar aku dapat ijazah. Aku memulainya bulan lalu dan selesai 2 bulan
setelahnya. AKU LULUS!
6
bulan aku bekerja, bos lagi-lagi mempromosikanku. Kali ini aku naik pangkat
menjadi manager. Semua berkat kerja kerasku dan juga ijazahku. Benar kata Rena,
yang berhasil bukanlah yang tajam, tapi yang bersungguh-sungguh.
Empat
bulan setelah itu. Hari ini adalah 5 tahun kami pacaran. Aku mengajak Rena
makan malam di restoran yang sama seperti saat Rena ulang tahun. Aku pun
memulai pembicaraan.
‘Ren,’
kataku.
‘Apa?’
tanya Rena.
‘Enaknya
hari ini aku jadi melamarmu atau tidak ya?’
‘Eh?’
‘Mari
kita tentukan dengan batu-gunting-kertas, jika aku kalah aku akan melamarmu,
jika aku menang aku tidak jadi melamarmu,’ ajakku.
‘Jadi
kau menganggap semua ini hanya permainan?’
‘Sudahlah,
lakukan saja,’
Rena
diam,dia terlihat kesal. Aku mulai menghitung 1 sampai 3. Aku menjatuhkan
tanganku pada hitungan ke-2 dan aku membuka tanganku (kertas). Pada akhirnya
tetap Rena yang harus memilih.
Rena
menjatuhkan tangannya yang mengepal. Batu?! Apakah aku ditolak?! Beberapa detik
kemudian dia membuka jari telunjuk dan jari tengahnya. GUNTING! Yeah! Aku
diterima!
‘Dasar!’
kata Rena.
Aku
berlutut dan mengulurkan tanganku, diatasnya ada kotak kecil berisi cincin
emas. Rena mengambilnya dan tersenyum kepadaku. Aku pun memeluk calon istriku.
Dan ketika kulepaskan, perhatian seluruh pengunjung restoran tertuju pada kami.
‘Apa
kamu malu?’ tanyaku pada Rena.
‘Tidak,
aku tidak pernah merasa malu bersanding denganmu,’ jawab Rena. Aku merasa
sangat senang.
‘Selamat
ya,’ kata seorang pengunjung.
‘Wah,
selamat ya,’
‘Selamat-selamat.
Belum pernah aku lihat orang melamar dengan cara seperti ini,’ pengunjung lain
ikut memberi selamat.
Restoran
pun jadi gaduh gara-gara kami berdua. Walau begitu aku merasa senang bisa
memberikan apa yang Rena inginkan.
Malam
semakin larut, aku mengajak Rena pulang.
‘Mau
kuantar?’ tawarku pada Rena.
‘Ok!
Yang pertama sejak perubahan di
hidupmu,’ Rena menerima tawaranku.
Kini
aku tahu bahwa tujuan Rena adalah untuk memberikan perubahan dalam hidupku. Aku jadi sadar seberapa perhatian Rena
padaku. Sejak aku menikahi Rena hari-hari terasa berubah. Dunia terasa semakin indah untuk dijelajahi.
Tidak
lama setelah aku menikah, aku keluar dari pekerjaan dan membuka usaha sendiri.
Kini hidupku memiliki tujuan yaitu membahagiakan keluargaku dan membanggakan
keluargaku. Aku akan terus berusaha dan bekerja hingga Tuhan berkata “Sudah waktunya pulang”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar